Ibrahim bin adham pernah melakukan suatu perjalanan, tiba-tiba di
tengah perjalanan ia mencari sebuah tempat untuk menunaikan hajatnya
(toilet). Tampak seorang pemuda berjaga di tempat tersebut, lalu
mengatakan: “jika kau mau masuk ke tempat ini, haruslah kau membayarnya”
ungkapnya pada lelaki paruh baya itu.
Mendengar ucapan tersebut,
Ibrahim bin adham pun terdiam dan menitikkan air mata. Pemuda tersebut
heran, seraya berkata: jika kau tak punya uang, carilah tempat lain”.
Ibrahim bin Adham pun menjawab: “aku menangis, bukan karena tidak
memiliki uang. Aku menangis karena merenungi, jika tempat sekotor ini
saja harus dibayar untuk memasukinya, apalagi surga yang begitu indah…”
Saya
teringat betul ketika hari di mana, Dr. Muhammad Mursi dari Ikhwanul
Muslimin terpilih sebagai presiden dalam sebuah pemilihan langsung satu
tahun yang lalu. Rasa cinta sebagai saudara seiman yang begitu menyeruak
dalam hati, hingga air mata pun menemani tontonan siaran langsung dari
Al-Jazeera. Sorak sorai penduduk Mesir, diselingi gema takbir di
seantero kota Mesir dan sujud syukur para pengendara mobil yang dengan
sengaja menghentikan kendaraan mereka ketika mengetahui seorang yang
cerdas lagi hafiz terpilih sebagai pemimpin ‘baru’ di negri yang
terkenal dengan ‘Al-Azhar-nya’ itu. Allahu akbar wa lillahilhamd…
Seorang Syeikh yang
saya lupa namanya dalam sebuah wawancara, mengungkapkan kebahagiaannya
dengan air mata dan membaca penggalan Qs. Al-Isra: 81
قل جآء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا
“Dan
katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.”
Lalu
ia mengatakan, “segala puji hanya milik Allah yang menghantarkan saya
pada usia senja ini dan dapat menyaksikan kemenangan yang dianugerahkan
kepada kami, para penduduk Mesir”.
Rasa syukur mereka masih basah
di bibir, namun bukanlah mukmin jika tidak diuji. Saya yakin karena
kuatnya iman mereka hingga harus mengalami ujian yang tak mudah.
Dipenjara, dipukuli, ditembak dan dari ribuan luka yang menganga masih
banyak intimidasi lain, yang menempa mereka. Teringat bagaimana para
pendahulunya Sayyid Quthb yang di gantung, Hasan Al-Banna yang ditembak,
Zainab Al-Ghazali yang di penjara dan disuguhi para binatang kelaparan,
namun jangan ditanya bagaimana keteguhannya. Setidaknya dapat dilihat
dari luasnya pancaran iman mereka hingga mampu memancarkan inspirasi ke
seluruh gerakan Islam di dunia.
“Islam beribadah itu akan
dibiarkan. Islam berekonomi akan diawasi. Islam berpolitik itu akan
dicabut seakar-akarnya” — M. Natsir
Setidaknya ungkapan ulama
sekaligus negarawan Indonesia ini bukan hanya isapan jempol belaka,
namun ketika umat menapaki tangga kejayaan, di sanalah makar mereka itu
dilancarkan. Pemimpin yang terpilih secara demokratis pun, dimentahkan
dengan kudeta ‘ala militer yang bengis, karena dirasa mengancam
‘kepentingan’ Israel dan barat.
Alih-alih memperbaiki system,
kudeta keji ini justru memporak porandakan stabilitas Negara.
Pelanggaran HAM yang disuarakan ‘barat’ seakan tak bertaring di sini,
kebebasan pers pun dibungkam, demokrasi yang dijunjung tinggi tak
diperjuangkan jika tak memihak kepentingan kuffar, megalomania barat
hanya ‘debu’ belaka.
Setidaknya ratusan nyawa syahid (insya Allah)
dalam aksi damai, dan ribuan terluka. Mereka enggan berbuka hanya
karena luka itu, karena mereka yakin rengekan dan kemanjaan itu dapat
melucuti izzah mereka dalam memperjuangkan al-haq, jika Ibrahim bin
Adham mengatakan bahwa “aku menangis, bukan karena tidak memiliki uang.
Aku menangis karena merenungi, jika tempat sekotor ini (toilet) saja
harus dibayar untuk memasukinya, apalagi surga yang begitu indah…” dan
mereka pun ingin membayar surga dengan sebaik-baik bayaran, yaitu
kesyahidan…”
Inilah tiket langsung yang Allah berikan untuk
saudara kami di sana, dan kita mencoba menghimpun potongan tiket kecil
ini dengan doa cinta kita.
Allahumma unshurnaa, wal muslimiina wal mujahidiina fi mishr, suuriya, filastin, wa fi kulli makaan kanaa….Allahu Musta’an
—
Sebuah refleksi malam untukmu para mujahid mujahidah, kalian saudaraku di Mesir…
#Dakwatuna