Kata "Kami" dalam Tafsir Al- Quran
Assalamu'alaikum Wr Wb,
Semoga Ustadz selalu dalam lindungan Allah SWT ....
dan tetap istiqomah dalam berdakwah amiiiiiiiiiiiin ..........
Ustadz,
saya mempunyai suatu pertanyaan, dimana pertanyaan ini pernah di lontarkan oleh
salah satu teman saya yang non muslim. Berhubung pengetahuan saya tentang Islam
yang masih sangat minim pada waktu itu saya tidak bisa menjawabnya. Pada
kesempatan ini saya ingin menanyakan kpd Ustadz. Teman saya itu mengatakan
kenapa didalam tafsir Al-Quran selalu menggunakan kata ganti " kami " sebagai
kata ganti Allah ? Sedangkan kami itu berarti jamak? Pada saat itu saya hanya
mengatakan kalau kami itu bukan berarti jamak, krn Islam adalah agama tauhid
yang murni tapi teman saya itu tetep ngotot kenapa menggunakan kata ganti kami.
Mohon bantuan ustadz.......
Wassallam Wr Wb ........ Hamba Allah
JAWAB
Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Dalam bahasa Arab, dhamir 'nahnu' adalah
bentuk kata ganti orang pertama dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami.
Tapi dalam ilmu nahwu, maknanya bisa saja bukan kami tetapi aku, saya dan
lain-lainnya.
Terkadang kita sering terjebak dengan pertanyaan seperti
ini. Model pertanyaan seperti ini bisa jadi berangkat dari kepolosan dan
keluguan, namun di sisi lain bisa jadi merupakan usaha untuk membodohi umat
Islam yang awam dengan bahasa arab dengan menggunakan pertanyaan menjebak ini.
Hal ini tidak aneh dan sudah sering dilakukan. Dengan bekal kemampuan bahasa
arab seadanya, pertanyaan seperti ini sering dijadikan senjata buat umat Islam
yang minim ilmunya.
Rasa Bahasa
Tapi bagi mereka yang memahami bahasa Arab sebagai bahasa yang kaya
dengan makna dan kandungan seni serta balaghah dan fashohahnya, pertanyaan
seperti ini terkesan lucu dan jenaka. Bagaimana mungkin aqidah Islam yang sangat
logis dan kuat itu mau ditumbangkan cuma dengan bekal logika bahasa yang
separo-separo.
Dalam ilmu bahasa arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu
tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Sedangkan Al-Quran adalah kitab yang
penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi.
Kata 'Nahnu` tidak harus
bermakna arti banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari
dalam ilmu balaghah.
Contoh Perbandingan
Dalam bahasa Indonesia ada juga penggunaan kata "Kami" tapi bermakna
tunggal. Misalnya seorang kepala sekolah dalam pidato sambutan pesta perpisahan
anak sekolah berkata,"Kami sebagai kepala sekolah berpesan . . . ". Padahal yang
jadi kepala sekolah hanya dia seorang dan tidak beramai-ramai, tapi dia bilang
"Kami". Lalu apakah kalimat itu menunjukkan bahwa kepala sekolah sebenarnya ada
banyak atau hanya satu ?. Kata kami dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa
bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa
dicerap oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa Indonesia. Atau mungkin
juga karena di barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.
Selain
kata 'Nahnu", ada juga kata 'antum' yang sering digunakan untuk menyapa lawan
bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian (jamak).
Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan
'antum', maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan
sapaan 'anta'.
Kalau teman diskusi anda yang nasrani itu tidak bisa
memahami urusan rasa bahasa ini, harap maklum saja, karena bible mereka memang
telah kehilangan rasa bahasa. Bahkan bukan hanya kehilangan rasa bahasa, tapi
juga orisinalitas sebuah kitab suci. Karena sudah merupakan terjemahan dari
terjemahan yang telah diterjemahkan dari terjemahan sebelumnya. Ada sekian ribu
versi bible yang antara satu dan lainnya bukan sekedar tidak sama tapi juga
bertolak belakang. Jadi wajar bila Bible mereka itu tidak punya balaghoh,
logika, rasa dan gaya bahasa. Dia adalah tulisan karya manusia yang kering dari
nilai sakral.
Contoh lain
Di dalam Al-Quran ada penggunaan yang kalau kita pahami secara harfiyah
akan berbeda dengan kenyataannya. Misalnya penggunaan kata 'ummat'. Biasanya
kita memahami bahwa makna ummat adalah kumpulan dari orang-orang. Minimal
menunjukkan sesuatu yang banyak. Namun Al-Quran ketika menyebut Nabi Ibrahim
yang saat itu hanya sendiri saja, tetap disebut dengan
ummat.
Sesungguhnya Ibrahim adalah ummat yang dapat dijadikan teladan
lagi patuh kepada Allah dan hanif . Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
orang-orang yang mempersekutukan. (QS. An-Nahl :
120)
Wassalam,
Ahmad Sarwat, Lc
sumber: Eramuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkatalah Yang Baik Atau Diam.