Madinah adalah kota yang menawarkan cinta. Hingga kini, jejak-jejak peradaban penuh cinta yang pernah ditegakkan Rasulullah lebih dari 1.400 tahun silam masih terasa dengan kuatnya. Madinah adalah cinta.
Jika Madinah adalah cinta, maka Nabawi adalah jantungnya. Masjid yang dibangun oleh tangan Rasulullah sendiri ini adalah tempat yang memompa denyut cinta madinah. Memasuki masjid ini seperti larut dalam lautan cinta.
Dimasjid ini, semua perindu kekasih Sang Maha Kekasih berjumpa. Di Raudhah, tempat segala do’a tak berjarak lagi, mereka seperti sedang mengadu pada kekasihnya, Rasulullah. Dalam do’a-do’a yang panjang, mereka mengadu tentang nasib, mengadu tentang hidup, mengadu tentang cinta. Diantara makam Rasul dan mihrab tua yang dibangun untuk menyembah Sang Maha Kekasih, manusia dari berbagai penjuru bumi terpekur dan tersedu.
Mereka tidak menangis karena sedih, tidak pula karena pilu. Mereka menangis karena rindu. Mereka seolah sedang bergelayut dipundak Rasulullah bercerita tentang hidupnya. Mereka seolah sedang merajuk dan merayu dihadapan sang kekasih, berkisah tentang semua rasa cinta. Bahkan, ada yang tak sanggup berkata sepatah kata pun, hanya tangis dan rasa di dada yang membuncah. Seperti sebuah syair dalam nasyid Raihan :
Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kudekap dirimu
Tiada kata yang mampu kuucapkan
Hanya Tuhan saja yang tahu
Air mata berderai-derai. Air mata rindu dan cinta pada manusia yang penuh dengan cinta. Membayang seketika, kisah-kisah tentang keagungan cinta Rasulullah kepada ummatnya. Terbayang seluruh perjalanan hidupnya yang penuh cinta, sebagai seorang kekasih, sebagai seorang ayah, sebagai seorang pemimpin atas ummatnya, sebagai seorang hamba pada Khaliknya.
Cinta Rasulullah adalah cinta paripurna. Rindu Rasulullah adalah rindu yang hidup dan menghidupi. Kasih Rasulullah adalah kasih yang cerah dan mencerahkan. Cintanya adalah cinta yang harus kita jadikan jejak-jejak yang senantiasa kita tapaki. Rindunya adalah rindu yang harus selalu kita jaga sebagai lentera dalam terang, terlebih dalam gulita. Dan kasihnya, semoga selalu menjadi tarikan napas dan denyut nadi dalam hidup kita.
Jika kita hidup dengan cinta seperti cintanya. Bila kita bergerak dengan kasih seperti kasihnya, sungguh akan ada banyak “Madinah” didelapan penjuru mata angina dunia. Kekuatan cinta seperti cintanya akan membuat kita cinta pada kebenaran melebihi apapun jua. Membuat cinta kita kepada harum surga melebihi apapun jua. Membuat cinta kita pada jihad melebihi apapun jua. Membuat cinta kita kepada Allah lebih dari segala-gala.
Maka ya Allah, jadikan cinta kami kepadaMu sebagai satu-satunya cinta yang mengantar kami menutup mata. Maka ya Allah, jadikan rindu kami kepada rasulMu menjadi satu-satunya rindu yang bergelora dalam jiwa sampai diputuskan nyawa. Maka ya Allah, dengan penuh harap dan cinta, kabulkanlah……….(Herry Nurdi)
sumber : Republika
Selasa, 01 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkatalah Yang Baik Atau Diam.