“Janganlah mengikuti pandangan (pertama) dengan pandangan (yang kedua), karena bagimu (keringanan) untuk pandangan pertama, namun tidak untuk pandangan yang kedua.” (HR.Ahmad dari Buraidah dari ayahnya).
Dari mana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati. Sya’ir ini sangat populer di kalangan pecinta musik dan lagu. Sehingga penulis sempat ragu untuk mencantumkan sya’ir ini karena khawatir menimbulkan kesan latah dan ikut-ikutan. Akan tetapi secara substansi syair itu benar dan bahkan jauh sebelum muncul dari mulut mereka para ulama telah menyebutkannya. Toh, mutiara tetap saja mutiara meskipun keluar dari mulut anjing.
Antara mata dan hati terdapat pintu terbuka dan jalan penghubung antara keduanya. Apa yang dikonsumsi oleh mata, itu pula yang akan mendominasi hati. Bahkan masuknya pengaruh pandangan mata ke dalam hati melebihi kecepatan masuknya udara ke tempat yang kosong.
Jika yang dikonsumsi mata adalah sesuatu yang haram maka hati yang merupakan komandan seluruh jasad akan ternoda, dia tidak menyuruh kecuali yang haram.
Di antara ulama menggambarkan hubungan imbal balik antara mata dan hati dengan dialog imajiner yang terjadi antara keduanya. Mata berkata kepada hati: “Wahai hati, mengapa engkau menyuruhku melihat sesuatu yang haram?”
Hati mendebat mata dan berkata: “Itu gara-gara kamu juga, karena tadinya engkau melihat yang haram, sehingga mengotoriku, maka akupun menyuruh dengan sesuatu yang haram pula.”
Lalu datanglah anggota badan lain sebagai hakim dan berkata: “Kalian berdua ibarat dua orang, yang satu lumpuh namun bisa melihat dan yang satu buta tapi mampu berjalan. Ketika si lumpuh melihat buah yang menggiurkan sementara dia tak mampu meraihnya karena lumpuh, dia pun mengabarkan kepada si buta yang mampu berjalan. Lalu untuk mendapatkannya keduanya bekerja sama, kakinya menggunakan kaki si buta, sedangkan matanya menggunakan mata si lumpuh. Setelah itu keduanya sama-sama merasakan lezatnya buah tersebut.
Hati dan mata, keduanya seperti dua lampu yang dipasang paralel. Jika satu tombol dipencet yang lain ikut menyala. Jika salah satu melakukan aktivitas maka yang lain akn terkena imbasnya.
Siklus Dosa Berawal dari Mata
Apa yang dikonsumsi mata, pengaruhnya terus mengalir mengikuti siklusnya. Tak akan berhenti pada satu titik saja, bahkan tak cukup hanya sekali putaran dia mempengaruhi aktivitas jasad seluruhnya. Seluruh dosa bisa bermula dari mata, meluapnya syahwat dari bendungannya paling sering berawal darinya juga.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim bahwa ‘pandangan mata adalah juru pengintai syahwat dan utusannya.’ Pasalnya, dialah yang bertugas mencari mangsa, dia pula yang pertama mencicipinya dan dia pula yang akan menyalurkannya kepada hati sebagai panglimanya, selanjutnya hati yang akan membagikannya kepada seluruh anggota badan sebagai pasukannya.
Tentang bagaimana siklus dosa mengalir, terutama dosa zina dijelaskan dengan sangat apik oleh Ibnul Qayyim di dalam bukunya Al-Jawabul Kafi.
Pertama, bermula dari pandangan. Khususnya jika obyek yang dipandang adalah wanita (jika yang memandang laki-laki), atau sebaliknya, bisa juga berupa gambar atau film. Dari pandangan ini, hampir pasti meninggalkan bekasnya, seberapapun kadarnya.
Kedua, siklus akan beralih dari pandangan menuju lintasan hati. Hati merekam apa yang dilihatnya, wajahnya, auratnya dan apapun yang berkesan setelah pandangan mendarat pada sasarannya. Pada terminal ini, teramat sulit untuk membendung bola salju yang telah menggelinding, hingga sampailah ia pada siklus berikutnya yang lebih akut.
Ketiga, dari lintasan hati akan melahirkan pikiran. Indahnya obyek pandangan senantiasa terbayang di benaknya hingga hati sibuk memikirkanya. Diapun berangan: ‘Seandainya saja…’, ‘Mungkinkah jika aku…’, ‘Bagaimana caranya…’ dan angan-angan lain yang menyibukkan sebagian aktivitas pikiran dan hatinya. Bayang-bayang itu pula yang memenuhi rongga hati dan otaknya.
Keempat, Di saat akal sibuk memikirkannya, hati antusias untuk membayangkannya, secara otomatis, siklus berikutnya telah dimasuki, yakni hadirnya syahwat. Ya, serta merta syahwat akan hadir di saat orang membayangkan wanita telanjang, atau berfikir seandainya yang menjadi aktor dalam film porno yang dilihatnya itu adalah dirinya. Pada titik ini, nasib imannya sudah berada di ujung tanduk, benteng pertahanannya sudah nyaris ambruk. Karena ia memasuki fase yang lebih berbahaya.
Kelima, Hadirnya syahwat akan melahirkan ‘iradah’, kemauan untuk melampiaskannya. Jika dia telah membayangkan orang berzina, niscaya timbul kemauan dia untuk melakukannya.
Siklus keenam, jika iradah semakin menguat maka terciptalah ‘azimah jazimah’, tekad yang kuat atau gejolak nafsu yang membara. Dan jika tekad telah bulat, perbuatan zina akan sulit untuk dibendung. Siklus ini sulit dihentikan bila terlanjur berputar. Tak heran jika kebanyakan orang melakukan pemerkosaan bermula dari menonton film porno. Dan umumnya tidak puas berhenti di satu titik sebelum dia bertaubat nashuha atau dihentikan sanksi yang akan disandangnya.
Musibah dalam Tayangan dan Media Masa
Media yang mestinya berfungsi sebagai sumber informasi rupanya telah berubah menjadi penyebar virus. Media menjadi pemberi kontribusi terbesar terhadap gejolak birahi secara massal, tak pandang usia, status sosial maupun tingkat ekonomi. Orang yang ingin mendapatkan ‘sedikit’ manfaat darinya pun akhirnya harus ‘rela’ mentolelir iklan yang saru dan tabu misalnya.
Tidak tanggung-tanggung, 24 jam penuh tayangan TV dapat disaksikan. Tanpa menafikan adanya manfaat yang disuguhkan. Namun yang pasti kapanpun orang ingin melihat yang haram diapun dapat memilih channel-nya. Maka jika banyak generasi pemerkosa, atau banyaknya gadis yang hilang kehormatannya, mestinya para penanggung jawab acara-acara di TV itu turut bertanggung jawab.
Tak kalah noraknya dengan acara-acara di TV, koran dan tabloid-tabloid jalanan berkeliaran lengkap dengan wanita yang menjajakan kehormatannya. Di pinggir jalan, siapapun bisa memelototinya atau jika punya uang bisa membelinya.
Solusi Syar’i
Melihat begitu besarnya pengaruh pandangan mata, sementara setan-setan menebarkan sasaran di setiap sudut dan lokasi yang paling strategis, kesabaran untuk menahan pandangan lebih dituntut. Janganlah kita terlalu percaya diri mengumbar pandangan, atau meremehkan pandangan terhadap obyek yang haram lalu menyangka tak terjadi akibat apa-apa. Karena bertahan untuk tidak melihat yang haram betapapun beratnya, itu masih lebih ringan daripada membendung pengaruh setelah melihatnya. Untuk itulah di antara salaf berkata: ‘ash-shabru ‘ala ghadhil bashar aisar minash shabri ‘ala alamin ba’dahu’, bersabar untuk menahan pandangan lebih mudah dari pada bersabar atas akibat setelah melihatnya.”
Syari’at memberikan solusi dari tindak perzinahan dan pemerkosaan sampai ke akarnya, memotong jalan mulai dari start-nya. Allah berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya..” (an-Nuur: 30)
Dan firman-Nya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya..” (an-Nuur: 31)
Imam Al-Qurthubi menyebutkan di dalam tafsirnya: “(Kedua) ayat tersebut tidak menyebutkan menahan pandangan dari apa dan menjaga kemaluannya dari apa, karena otomatis telah dimaklumi, yakni menjaganya dari yang haram, bukan yang halal.”
Nabi . bersabda:
“Janganlah mengikuti pandangan (pertama) dengan pandangan yang kedua, karena bagimu (keringanan) untuk pandangan pertama, namun tidak untuk pandangan yang kedua.” (HR Ahmad, diriwayatkan juga oleh Muslim dan At-Tirmidzi dengan redaksi yang hampir sama)
Pandangan pertama yang dimaksud adalah pandangan yang tidak disengaja mengarahkannya. Nabi pernah ditanya tentang pandangan tiba-tiba yang tidak disengaja beliau perintahkan untuk memalingkan pandangannya. Termasuk di sini laki-laki memandang wanita yang bukan istri dan bukan pula mahramnya. Karena Nabi pernah memalingkan wajah seorang sahabat yang ketahuan melihat seorang wanita, meskipun wanita tersebut berbusana lengkap. Lantas bagaimana halnya dengan memandang wanita yang telanjang atau nyaris telanjang?
Di samping menahan pandangan, mencegah kemungkaran adalah kewajiban mendesak yang harus segera kita tunaikan dalam urusan ini. Bagaimana kita hendak menahan pandangan sementara kita biarkan setan-setan membuka paksa mata kita dan membanjirinya dengan berjubel pemandangan yang haram?
Nabi bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim)
Majalah Ar Risalah
myquran.com
Jumat, 11 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkatalah Yang Baik Atau Diam.